Jumat, 20 Mei 2011

Pancasila dalam Pembangunan Karakter

Lidah Tak Bertulang: Sering kita mendengar istilah, bangsa yang berkarakter, pemimpin berkarakter, pembangunan karakter. Kita juga pernah mendengar bahwa katanya bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak berkarakter, atau diperlukan pemimpin yang berkarakter bagi bangsa Indonesia.

Apa sih definisi karakter di sini sebenarnya? Mari kita simak Wikipedia (tidak ditemukan di versi daring KBBI). Dalam bahasa Inggris, ada banyak arti dari istilah karakter menurut macam-macam bidang, dan setelah ditelusuri, karakter yang dimaksud di sini paling pas dimasukkan dalam kategori karakter moral, dengan definisi yang apabila diterjemahkan kurang lebih adalah: sebuah evaluasi dari kualitas moral seseorang. Atau kalau menurut The Free Dictionary, kekuatan etika atau moral.

Jadi ini tentang kualitas moral. Sebagai bangsa Indonesia, kualitas moral seperti apa yang diharapkan ada? Tentunya moral sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila. Apa saja isi Pancasila? 1) Ketuhanan Yang Maha Esa 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 3) Persatuan Indonesia 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai-nilai moral di atas lah yang seharusnya ada di dalam setiap diri bangsa Indonesia. Coba simak satu demi satu sila-sila di atas. Namun pada kenyataannya, seringkali bangsa Indonesia menjalankan hanya sebagian dari sila dan melanggar sila lainnya. Sebagai contoh: Orang yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa, namun melanggar sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Karena menganggap agamanya paling benar, mereka tidak memedulikan kemanusiaan malah menghilangkan kemanusiaan dengan cara mengorbankan atau membahayakan jiwa manusia.

Itu hanya satu contoh, bagaimana bila bicara tentang mereka yang disebut pemimpin bangsa ini. Coba simak sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Pemimpin yang bijaksana atau tidak, mengadakan musyawarah, dan mereka yang menganggap dirinya wakil rakyat juga tiap hari bermusyawarah. Namun apakah musyawarah mereka untuk bisa menjalankan sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Saya yakin jawaban dari kebanyakan anda adalah tidak. Silakan anda bikin contoh lainnya sendiri.

Itulah masalahnya. Kita adalah bangsa yang setengah-setengah. Punya dua isteri arti alias ambigu kalau tidak bisa dibilang bermuka dua. Inilah penyebab dari mengapa kita disebut bangsa yang tidak berkarakter. Dan memang perlu pembangunan karakter dengan cara yang bukan hanya dengan manjat-manjat pohon atau pagar dan merangkak dan tiarap di rerumputan dan selokan seperti tentara latihan perang, tapi juga belajar dari contoh perilaku berkarakter terutama dari orang yang dianggap panutan dan pemimpin. Dan tidak kah anda sering merasa bahwa bangsa kita sekarang kekurangan orang-orang semacam itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar