Senin, 06 Juni 2011

Keuntungan Dwibahasa oleh Claudia Dreifus

Ellen Bialystok
Seorang ahli sistem syaraf kognitif Ellen Bialystok selama hampir 40 tahun mempelajari bagaimana penggunaan dua bahasa bisa menajamkan pikiran. Berita bagusnya: Di antara keuntungan lainnya, penggunaan dwibahasa secara tetap tampaknya menunda serangan gejala penyakit Alzheimer. Dr. Bialystok, 62 tahun, seorang profesor peneliti terkemuka Psikologi di Universitas York, Toronto, dihadiahi $100,000 Killam Prize tahun lalu untuk sumbangsihnya di bidang ilmu pengetahuan sosial. Kami berbicara selama dua jam di kamar Washington Hotel pada bulan Februari dan lagi, baru-baru ini, lewat telepon. Sebuah versi hasil edit dari dua percakapan tersebut adalah sebagai berikut.

T. Bagaimana Anda mulai mempelajari dwibahasa?

J.  Saya tidak memulai dengan mencoba cari tahu apakah dwibahasa itu baik atau buruk. Program doktor saya dalam bidang psikologi adalah: tentang bagaimana anak-anak memperoleh bahasa. Ketika saya lulus sekolah, tahun 1976, hanya ada sedikit pekerjaan di Kanada untuk gelar Ph.D. Satu-satunya posisi yang saya temukan adalah di sebuah proyek penelitian yang mengkaji bahasa kedua yang diperoleh anak-anak usia sekolah. Bukan area saya, tapi cukup dekat.

Sebagai seorang ahli ilmu jiwa, saya membawa pertanyaan-pertanyaan ilmu sistem syaraf pada penelitian tersebut, seperti "Bagaimana diperolehnya bahasa kedua merubah pemikiran?" Pertanyaan jenis inilah yang secara alamiah mengarahkan saya pada penelitian dwibahasa. Cara kerja penelitian tersebut membawa Anda ke sebuah jalan. Anda kemudian mengikuti jalan tersebut.

T. Jadi apa tepatnya yang Anda temukan di jalan yang tak terduga ini?

J.  Saat melakukan penelitian, Anda bisa melihat ada sebuah perbedaan besar dalam cara anak-anak yang menggunakan satu bahasa dengan anak-anak yang menggunakan dua bahasa dalam memproses bahasa. Kami temukan bahwa jika Anda memberi anak usia 5 dan 6 tahun masalah bahasa untuk dipecahkan, anak-anak dengan satu dan dua bahasa tahu, kurang lebih, jumlah bahasa yang sama.

Namun pada satu pertanyaan, ada perbedaan. Kami bertanya kepada semua anak apakah sebuah kalimat yang tidak logis secara tata-bahasa benar: "Apel tumbuh di hidung." Anak-anak dengan ekabahasa tidak bisa menjawab. Mereka berkata, "Itu lucu" dan mereka diam. Namun anak-anak dengan dwibahasa akan mengatakan, dengan kata-kata mereka sendiri, "Itu lucu, tapi tata-bahasanya benar." Anak-anak dengan dwibahasa, kami lihat, menjelaskan sebuah sistem kognitif dengan kemampuan untuk menghadirkan informasi penting dan mengabaikan yang kurang penting.

T. Bagaimana cara kerjanya - Anda memahaminya?

J. Ya. Ada sebuah sistem di otak, sistem kontrol eksekutif. Sebuah pengelola umum. Tugasnya adalah untuk menjaga Anda fokus pada hal-hal yang relevan, sambil mengabaikan gangguan. Hal ini yang menyebabkan mungkin bagi Anda untuk menjaga dua hal berbeda di dalam pikiran dalam satu waktu dan saling tukar satu sama lain.

Jika Anda punya dwibahasa dan menggunakannya terus, cara kerja jaringan otak adalah setiap kali Anda bicara, kedua bahasa muncul dan sistem kontrol eksekutif harus memilahnya melalui semua dan menghadirkan apa yang relevan pada saat itu. Jadi orang dengan dwibahasa menggunakan lebih banyak sistem ini dan seringnya penggunaan membuat sistem ini menjadi lebih efisien.

T. Satu dari penemuan terkini Anda yang paling mengejutkan adalah dwibahasa membantu mencegah gejala penyakit Alzheimer. Bagaimana Anda bisa mengetahui hal ini?

J. Kami melakukan dua jenis penelitian. Yang pertama, dipublikasikan tahun 2004, kami menemukan bahwa  orang yang menua secara normal dengan dwibahasa memiliki fungsi kognitif yang lebih baik dibandingkan orang yang menua secara normal dengan satu bahasa. Orang dewasa usia lanjut dengan dwibahasa berkinerja lebih baik dibanding orang dewasa usia lanjut dengan ekabahasa dalam tugas-tugas kontrol eksekutif. Hal tersebut sangat mengesankan karena tidak seharusnya seperti itu. Hasilnya seharusnya setiap orang sama-sama bisa kehilangan fungsi seiring bertambahnya usia.

Bukti tersebut mengarahkan kami pada orang-orang yang tidak memiliki fungsi kognitif normal. Pada penelitian kami berikutnya, kami melihat catatan medis 400 pasien Alzheimer. Secara rata-rata, orang dengan dwibahasa menunjukkan gejala Alzheimer lima atau enam tahun lebih lambat dibandingkan mereka yang hanya berbicara ekabahasa. Hal ini bukan berarti orang dengan dwibahasa tidak terkena Alzheimer. Hal ini berarti bahwa begitu penyakit ini menanamkan akarnya pada otak, otak tetap bisa berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi. Mereka bisa mengatasi penyakit tersebut lebih lama.

T. Jadi pelajaran bahasa Perancis di sekolah lebih berguna daripada memesan makanan istimewa di restoran?

J. Maaf, tidak. Anda harus menggunakan kedua bahasa sepanjang waktu. Anda tidak bisa mendapatkan keuntungan dwibahasa dengan hanya menggunakannya sesekali.

T. Seseorang akan berpikir dwibahasa akan membantu dalam pekerjaan multi tugas - benarkah?

J. Ya, multi tugas adalah satu dari pekerjaan yang ditangani oleh sistem kontrol eksekutif. Kami ingin tahu, "Apakah orang dengan dwibahasa melakukan pekerjaan multi tugas dengan lebih baik?" Jadi kami meminta orang dwibahasa dan ekabahasa untuk menjalani simulator mengemudi. Melalui telepon kepala, kami  memberikan tugas tambahan untuk dilakukan - seperti jika mereka berkendara dan bicara lewat telepon selular. Kami kemudian mengukur, seberapa buruk mereka mengemudi jadinya. Sekarang, semua mengemudi dengan buruk, namun mereka dengan dwibahasa penurunan kualitas mengemudinya tidak terlalu banyak. Karena menambah tugas lain sementara tengah berkonsentrasi pada kemudi, adalah apa yang dwibahasa berikan pada Anda - meski saya tidak menyarankan Anda melakukan ini.

T. Sudahkah perkembangan teknologi gambar sistem syaraf merubah pekerjaan Anda?

J. Sangat. Sebelumnya kami hanya bisa melihat bagian-bagian pada otak menyala ketika subyek menjalankan beberapa tugas. Kini, dengan teknologi baru, kami bisa melihat seluruh struktur otak bekerja bersesuaian satu sama lain.

Dalam hubungannya dengan dwibahasa dan ekabahasa, hal besar yang sudah kami temukan adalah sambungannya berbeda. Jadi kami punya orang dengan ekabahasa menyelesaikan masalah, dan mereka menggunakan sistem X, namun ketika orang dengan dwibahasa menyelesaikan masalah yang sama, mereka menggunakan yang lainnya. Satu dari hal-hal yang kami lihat adalah bahwa pada tes-tes jenis tertentu yang bahkan non-verbal, mereka dengan dwibahasa lebih cepat. Mengapa? Karena saat kami melihat otak mereka lewat gambar sistem syaraf, kelihatannya mereka menggunakan jenis jaringan yang berbeda yang mungkin termasuk pusat bahasa untuk memecahkan masalah yang sama sekali  non-verbal. Seluruh otak mereka kelihatannya membangun jaringan kembali disebabkan dwibahasa.

T. Dwibahasa dianggap hal yang negatif - paling tidak di Amerika Serikat - masihkah?

J. Hingga sekitar1960-an, kebijaksanaan kuno menganggap dwibahasa sebagai kerugian. Sebagian adalah xenofobia (benci atau takut akan hal-hal berbau asing). Terima kasih pada ilmu pengetahuan, kita sekarang tahu, kebalikannya lah yang benar.

T. Banyak imigran memilih untuk tidak mengajarkan anak-anak mereka bahasa aslinya. Apakah ini hal yang baik?

J. Saya sering ditanya tentang ini. Orang mengirimi saya surel dan berkata, "Saya akan menikah dengan seseorang dari kebudayaan yang berbeda, apa yang sebaiknya kami lakukan dengan anak-anak?" Saya selalu katakan, "Anda sedang menduduki sesuatu yang bisa menjadi berkah."

Ada dua sebab utama mengapa orang sebaiknya menurunkan bahasa warisan kepada anak-anak mereka. Pertama, hal tersebut menghubungkan anak-anak tersebut dengan nenek-moyangnya. Yang kedua adalah penelitian saya: dwibahasa baik bagi Anda. Membuat otak lebih kuat. Merupakan latihan otak.

T. Apakah Anda menggunakan dwibahasa?

J. Well, cucu-cucu saya dwibahasa karena anak perempuan saya menikah dengan orang Perancis. Ketika anak saya mengumumkan pertunangan-nya dengan pacarnya yang orang Perancis, kami sedikit terkejut. Selalu mengherankan setiap kali anak Anda mengumumkan bahwa mereka akan menikah. Katanya, "Tapi bu, ini bagus, anak-anak kami akan berbicara dwibahasa!"

Sumber: The New York Times

2 komentar:

  1. thannks ya gan,selesai jg dah tugas ua dr dosen hehehhe

    BalasHapus
  2. syukur kalau ada manfaat bisa dipetik dari blog kacrut ini.. hehe..

    BalasHapus